Hello, gue mau nyoba bikin cerpen (lagi) (ralat : cerbung) nih. Belum punya judul nih, dibaca aja dulu deh. Hihihi.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Patah hati emang hal yang paling aku sebelin.
Bayangin aja kalo patah hati aku bisa bad
mood seharian, kadang gak jarang aku bisa mewek semaleman dan ngebuat
mataku bengkak besok paginya. Tapi itu jarang. Catet, jarang. Jarang patah hati
maksudnya. Hihi.
Aku bukannya playgirl atau apa deh sebutannya, tapi aku paling sering yang
mutusin hubungan sama pacar-pacarku. Dan baru kali ini aku diputusin. Apalagi
diputusin gara-gara cewek ganjen itu! Huh! Emang sih Indra ganteng, smart, dan
idola sekolah. Tapi aku gak rela dia mutusin aku cuma gara-gara cewek ganjen
yang terkenal dengan aksesoris berjalan itu. Aku lebih rela Indra mutusin aku
demi Syahrini, atau aktris-aktris Indonesia lainnya deh. Huhhh, sebeellllll
!!!!!
***
Kringgg……. Kringgg…..
Tiba-tiba jam weker berbentuk burung hantu
kesayangan aku berdering. Aku lirik sekilas, uh baru juga jam 5 pagi, masih
ngantuk nih, gara-gara ngelamun mikirin Indra sama cewek ganjen aksesoris
berjalan itu aku jadi gak bisa tidur semalaman. Aku pun memejamkan mata untuk
tidur (lagi) sekitar setengah jam.
“Rin… Bangun. Kamu ke sekolah jam berapa? Atau
kamu libur hari ini? Rin….” mama mengguncang-guncang bahuku.
“Apa sih ma?” tanyaku sambil menguap dan
kembali bersembunyi di bawah selimut. “Ini jam berapa sih ma? Karin masih
ngantuk ma, mau tidur lagi,” kataku asal.
“Ini udah jam setengah tujuh, ayo bangun…” kata
mama sambil merebut selimut kesayanganku.
“Hah? Setengah tujuh?” kataku dan kemudian
bangkit sambil ngeliat jam dinding. “Gawat ma, aku piket !!!”
Tanpa pikir panjang aku langsung ambil handuk
dan cepat-cepat ke kamar mandi.
***
“Huh… Hah… Huh… Hah…” jantungku seperti mau
copot. Aku berlari ke sekolah. Jarak antara sekolah dan rumahku memang dekat,
hanya sekitar 500 meter kalau melewati gang-gang tikus.
“Yahhh… Pak pintunya jangan ditutup dong”
kataku kepada Pak Yanto, satpam sekolah, sambih terengah-engah.
“Maaf Neng, Bapak gak berani. Neng Karin tumben
telat? Biasanya paling pagi?” ujar Pak Yanto.
“Iya Pak, tadi saya kesiangan” kataku pada pak
Yanto sambil memasang wajah memelas berharap pak Yanto berbaik hati membukakan
pagar untukku. Baru saja aku hendak berbicara untuk memohon belas kasihan pak
Yanto, tiba-tiba lelaki berkumis putih itu berseru.
“Nah, ini langganan telat baru dateng.”
Cowok yang dimaksud pak Yanto malah berwajah
datar sambil bersender di pagar sekolah yang mulai berkarat itu. “Berapa menit
lagi pak?” katanya sambil mengeluarkan sebungkus roti dari dalam tasnya.
“Tunggu satu jam pelajaran selesai,” kata pak
Yanto ketus. “Neng maaf ya bapak gak bisa bantu, takut dimarahin atasan,” kata
pak Yanto padaku.
“Iya pak gak papa deh, kasian bapak,” kataku
pada pak Yanto dan mengalihkan pandangan pada cowok itu.
Cowok itu akhirnya sadar sejak tadi aku telah
memandangnya dengan tatapan ‘siapa sih ini? Iewuh kamseupay’. “Liat apa?”
katanya dengan nada yang tidak enak didengar “..mau ini?-” sambil menyodorkan
rotinya lalu menariknya kembali “-beli sendiri.”
‘Ih aneh banget, ngomong sendiri. Siapa juga
yang mau roti situ’ kataku dalam hari. Tiba-tiba, Krtttt…. Perutku berbunyi,
tapi ogah banget minta roti sama dia, mending aku mati kelaperan daripada harus
ngemis sama cowok aneh gitu.
***
“Darimana aja kamu Rin baru dateng jam segini?”
tanya Risa heran.
“Aku telat, bertepatan dengan pak Yanto nutup
pager. Huh. Habis itu ketemu cowok rese yang aneh Ris. Masa tadi tuh ya-“ Risa
memotong pembicaraanku.
“Stop dulu ngomongnya, mending pinjemin aku PR
Matematika deh, bentar lagi dikumpul. Cepetan!” kata Risa panik.
“Astaga! PR Matematika? Aku juga belum!!!” kata
ku lebih panik daripada Risa dan kemudian kami bergabung dengan yang lain untuk
menyalin PR Matematika. Huh, hari ini emang hari sial sedunia.
***
Buuukkkk..
Tiba-tiba bola basket berwarna hitam menghantam
kepalaku. Duh, siapa sih yang ceroboh banget main basket sampe kena kepalaku.
Aku mengusap-usap kepalaku sambil terhuyung-huyung.
“Siniin bolaku,” kata cowok yang dengan
cerobohnya ngelempar bola basket itu.
‘Rese banget tuh orang bukannya minta maaf
malah nyuruh-nyuruh,’ kataku dalam hati sambil mengambil bola basket yang tidak
jauh dari kakiku. Baru saja aku hendak melempar bola itu, aku melihat siapa
cowok itu. Ternyata dia cowok langganan telat tadi pagi. Karena kesal sama
tingkahnya tadi pagi dan siang ini (tentang bola basket yang mengenai kepalaku),
aku urung melemparkan kembali bola itu.
Aku membawa bola itu dan kebetulan ruang guru letaknya sangat dekat,
akuberjalan kea rah ruang guru dan menggelindingkan bola itu masuk ke ruang
guru tanpa ketahuan.
Wekkk… aku menjulurkan lidahku. Biar tau rasa
dia. Siapa suruh ngelempar bola sembarangan. Aku pun pergi dari tempat itu.
***
Mama memang membuka usaha catering
kecil-kecilan sejak 2 tahun lalu. Bukan karena kekurangan, tapi karena
keisengan mama 2 tahun lalu akhirnya sekarang pelanggan mama bertambah banyak
hingga mama kewalahann dan sekarang mempunyai tiga orang asisten.
Papa memang bekerja disebuah perusahaan swasta
dan menjabat sebagai manager. Namun, beliau selalu berkata agar selalu bersikap
sederhana dimanapun, kapanpun, dan dengan siapapun. Papa tidak suka sesuatu
yang terlalu over, berlebihan. Nasihat papa itu lah yang dari dulu aku pegang.
Hihi.
“Rin.. Karin saying..” panggil mama.
“Iya mama cantik, kenapa?”
“Bisa tolong mama kan? Kamu gak sibuk kan?
Tolong anterin ini ya, tadi si Udin udah nganterin setengah, tinggal setengah
lagi nih tapi ban motor Udin kena paku pas mau balik, kasian nih langganan mama
mau ada acara dirumahnya,” ucap mama tanpa spasi dan menyodorkan plastik merah
besar yang berisi kotak makanan yang telah disusun rapi.
“Hmm, mau gak ya ma?” godaku pada mama, melihat
ekspresi mama menanggapi ucapanku aku langsung berbicara lagi, “iya deh ma,
apasih yang enggak buat mama. Mana alamatnya? Biar Karin anter.”
“Makaasih sayang. Bentar ya mama catetin.”
***
Terik matahari tidak meredupkan semangatku
mencari alamat langganan mama. Menurut alamat yang mama kasih, rumah
langganannya itu warna ijo. Tapi, ini rumah dinas tentara dan semua rumah
bercat ijo. Duhh…. Berat banget nyari rumah di kompleks ini. Betapa
beruntungnya aku ternyata gak jauh dari situ ada pak Udin, karyawan mama.
“Pak Udin!!!” aku berteriak memanggil pak Udin
yang sedang menambal ban motornya di tukang tambal ban.
“Eh, non Karin! Mau nganter sisanya ya non? Yuk
bapak anterin non,” tawar pak Udin.
“Eh, gak usah pak. Ini amanat mama jadi harus
aku yang nganter sampai tempat tujuan,” kataku mantap. “Kasi tau aja yang mana
rumahnya pak, aku bingung nih disini rumahnya ijo semua. Hehehe.”
“Disitu non, rumah ketiga belok kiri. Rumah
yang ada tenda merahnya, yang banyak orangnya.”
“Makasih ya pak, aku tinggal dulu ya. Dadah pak
Udin.”
Aku pun segera menjalankan motorku menuju
alamat yang dimaksud. Yap, itu tenda merahnya. Ternyata gak susah. Eh tunggu
dulu, itu kann….. Huh, kenapa harus
ketemu dia lagi sih.
“Hai, Ndra,” sapaku. Indra yang sedang asik
memegang handphonenya tiba-tiba saja mendongak dan melihatku, kaget. “Sorry
ganggu, aku cuma mau anter ini, catering.”
Agak ragu Indra menyambut plastic merah yang ku
sodorkan. “Thanks, duitnya udah kan?” katanya, masih sedikit kaget.
“Udah kok,” kataku dan kemudian segera
menghilang dari tempat itu. Ya Tuhann, salah apa aku? Kenapa harus ketemu dia
lagi sih?
Alhasil, kejadian barusan ngebuat aku melamun
sepanjang jalan. Ngenes. Disingkirin Cuma gara-gar cewek itu. Dann…
Bruakkk….
Karena melamun, aku menabrak motor di depanku.
Syok. Aku syok banget. Lampu belakang motor orang itu pecah. Aku bermaksud
meminta maaf tetapi kata-kata tercekat di tenggorokan begitu orang itu membuka
helm. Dia lagi, huh.
***
“MATA KAMU DIMANA!!! KALO JALAN ITU JANGAN
NGELAMUN!!” Fajar murka. Ia lagi-lagi memandang lampu belakangnya dengan sedih,
baru saja ia mengganti lampu belakangnya yang sempat putus itu.
“Maa…maa..maaf,” jawabku terbata-bata. “Aku gak
sengaja,” tanganku masih bergetar.
“Huh, gak segampang itu tau,” kata Fajar,
emosinya mereda.
“Jadi aku harus gimana?”
“Hmm…” Fajar tampak berfikir, matanya berputar.
Tiba-tiba ia mendapat ide, “ada syaratnya…” jeda, membuatku semakin penasaran.
Jangan-jangan…. “…kamu harus ngikutin perintah aku, harus ada disamping aku,
selama satu bulan. Dan satu lagi, kamu harus ganti biaya lampu belakang ini,”
kata Fajar sambil menunjuk lampu belakang motornya yang aku tabrak.
Tuh kannnnn… Ganti biaya sih oke, tapi nurutin
dia? Ada disamping dia? Oh My God ! Ini awal dari mimpi buruk.
To be continued
eww panjang banget!
ReplyDeleteini sih namanya cerpan, cerita panjang haha jkd
oke ralat, ini cerbung deh (__"\\\)
ReplyDeletepatah hati yaa sama itu juga hal yang paling gue benci.. karena apa? karena sakit rasanya..
ReplyDeletenice story sis..
numpang promo, jangan lupa juga untuk berkunjung ke blog gue.
obat kista tradisional.
obat pelangsing herbal.
thanks cefore sis..