Ocehan Gue Nih :D

Sunday 22 February 2015

Cerpen: Ayah, Aku Mau Smartphone!

Ayah mengatup rapat bibirnya. Tidak mengatakan satu patah kata pun. Tiada jawaban 'Ya' atau 'Tidak'.

Aku pun geram. Aku masuk ke dalam kamar dan membanting pintu. Apa susahnya sih membelikan ku sebuah smartphone. Harganya pun tak sampai menjual rumah.

Ayah memang pelit. Tak mau membagi sedikit penghasilannya untuk ku, untuk sebuah smartphone.

Lantas, bagaimana aku sekarang? Aku juga ingin seperti remaja lainnya. Bisa berfoto dengan kamera depan kemudian di unggah ke media sosial dan menjadi terkenal dengan jumlah 'like' terbanyak. Ayah memang payah. Tak tau perkembangan jaman. Ayah cupu.

Mataku sembab, sudah menangis hampir dua jam. Aku lelah menangis hingga akhirnya ketiduran.

****

Dua minggu berlalu. Aku masih marah, tidak mau menegur Ayah. Berbicara hanya ketika di tanya. Tapi tetap tidak mau kehilangan uang jajan.

Aku memang bukan berasal dari keluarga berada. Hidupku serba berkecukupan, serba pas. Uang jajanku tidak seperti teman-temanku, bahkan baju ku masih bisa terhitung karna itu-itu saja yang ku pakai. Tapi aku juga ingin seperti remaja lain, Ayah. Mengertilah aku!

Sepulang sekolah, seperti biasa aku selalu masuk ke dalam kamar tanpa mengucap salam, kan aku masih marah. Langit di luar mendung, sepertinya akan turun hujan deras. Aku memilih untuk tidur siang.

Di luar dugaan, hujannya mengerikan. Petir menyambar dimana-mana. Angin terdengar sangat kencang. Kemudian listrik padam. Aku bergemul dalam selimut, memeluk guling, ketakutan.

Dua jam kemudian, langit mulai tenang dan hujan sudah reda. Aku keluar kamar karena lapar. Ku buka meja makan, tak ada makanan disana. Kemudian terdengar ketukan pintu depan. Kuintip sedikit lewat celah jendela. Orang asing, siapa ya? Kataku dalam hati.

Ku cari ibu di kamar beliau. "Bu, ada orang di depan ketuk pintu. Mekar gak kenal itu siapa," kataku. Ibu bangkit dan merapikan gelungan rambutnya. Kemudian berjalan menuju pintu depan.

"Cari siapa, Pak?" kata Ibu.

"Benar ini rumah Bapak Wilianto?" kata salah seorang Bapak berambut cepak.

"Ya, benar. Itu suami saya. Ada apa ya?"

"Mohon maaf Ibu, kami membawa kabar duka. Saat ini kondisi suami Ibu sedang kritis di rumah sakit. Kami mencoba menghubungi ponsel Ibu namun tak ada jawaban, maka dari itu kami langsung menuju kemari secepatnya untuk memberi kabar."

Ibu terlihat syok. Dan tanpa ba-bi-bu langsung membawaku serta menuju rumah sakit.

****

Ayah memgalami kecelakaan. Menurut saksi mata, Ayah di tabrak oleh mini bus. Ayah kini sedang kritis. Mataku sembab dan pikiranku kosong. Aku hanya bisa berdoa semoga Ayah baik-baik saja.

Namun takdir berkata lain, Ayah menghembuskan nafas terakhirnya setelah 4 jam koma. Aku memeluk Ibu. Menumpahkan semua tangisku. Bahkan, disaat-saat terakhir Ayah, aku menyimpan dendam untuknya. Ya Tuhan!

****

Ayah dimakamkan di kampung halamannya. Seminggu setelah pemakaman Ayah, Ibu menyerahkan sebuah kotak berwarna ungu. Kubuka dan menangis sejadi-jadinya. Kalian tahu kan apa isinya? Sebuah smartphone, bahkan lebih canggih dari apa yang aku pinta pada Ayah satu bulan lalu. Terselip sebuah kartu ucapan sederhana.

"Selamat ulang tahun Mekar. Semoga suka dengan hadiahnya. Dari lelaki yang tak pernah lelah mencintaimu, Ayah"

Maafkan Mekar, Ayah.

Hai, Blogger Samarinda!

Hoaaaaaaaah, udah lama banget gak nyapa para pembaca, stalker, atau orang-orang yang tersesat di mari. Blog yang udah berdebu dan untungnya gak punah! Ahahahaha!

Belakangan, blog ini isinya apaan sih? Yang punya sampai lupa. Hahah. Oh iya, cerpen ya? Yaaa! Isi nya cerpen-cerpen yang super-duper PENDEK, (Udah cerpen, super-duper pendek pula, hahaha) yang syukurnya dapet tanggepan positif dari para pembaca dan tentunya lebih bermanfaat daripada curhatan-curhatan personal yang gak jelas yang menghiasi postingan blog selama beberapa tahun terakhir, ahahah!

Kali ini beda. Di post ini aku cuma pengen nyapa kalian, para pembaca setia (maybe). Yang mungkin cuma lewat, salah link, atau iseng kepoin ke-alay-an ku. Kali aja kalian kangen kan sama aku? Sini-sini peluk dulu mumpung aku masih jomblo {} *loooooh*

Hmm, tau Kancut Keblenger? Namanya mungkin agak nyeleneh kali ya. Tapi kalian para blogger tentu tau komunitas ini. Komunitas yang udah aku lirik semenjak SMA tapi baru berani gabung pas udah duduk di bangku kuliah, tepatnya semester pertama kuliah (emang sekarang udah semester berapa kak? Gausah nanya!). Sekian lama aku merasa sendirian, memang sih sempet tau satu atau dua orang blogger Samarinda yang tergabung di komunitas ini, akhirnya aku menemukan mereka! Yes! Hahaha.

Awalnya berkeluh kesah mention ke twitter official KK, kemudian ngerasa gak bersalah dengan link dari mincutnya. Ternyata aku yang kurang perhatian *maaf* :'(. Ternyata kawancut (sebutan anggotanya) Samarinda itu lumayan banyak, yang udah dikenal lewat bbm sih udah sekitar 7 orang, dan itu lebih dari cukup. Huahaha. Kemana aja aku? Aku pun bahkan tidak terdaftar di list nama itu, sangking cueknya :'(

Sekarang, aku mau nebus semua ke-cuek-an itu dengan semangat berkontribusi dalam kopdar Nasional-nya Kancut Keblenger yang bertemakan 'Kopdar #4mazingKK' tanggal 28 Februari nanti. Huahaha. Semoga aku gak jaim aja pas ketemu, dan sebaliknya mereka! Hahaha.

Kamu ikut #4mazingKK di kota-mu?

Tuesday 3 February 2015

Unknown (1)

Ibu memang benar. Hanya ada dua tipe laki-laki di dunia ini, brengsek dan bajingan. Bahkan aku tak dapat melihat apa bedanya pada kedua sifat itu. Mereka saling melekat satu sama lain. Kalau dia brengsek, ya pasti lah bajingan pula.

Aku terlalu lama terlena gombal dan janji manis Irvan. Terlalu bodoh dan lugu mempercayai semua kata-katanya. Dia bukan hanya penipu, tapi juga perampok. Setelah puas menguasai semua hartaku, hasil jerih payahku, dengan beringasnya dia juga mencoreng namaku. Seorang Kristina Handoko, bussines women profesional, yang tak lain adalah pemeran wanita 'film panas'. Begitu kata headline berita di media sosial. Brengsek! Bajingan itu ternyata lebih licik daripada seekor kancil. Ya, dia merekamnya! Semuanya!

Tak heran, Ibu begitu kekeuh meninggalkan Ayah yang tukang selingkuh. Ternyata begini rasanya dikhianati oleh orang yang dicintai.

Persetan dengan cinta! Kini aku hanyalah gelandangan, tidak punya harta benda, tidak punya pekerjaan, tidak punya APAPUN! Beruntung aku masih punya teman seperti Ryan, yang dengan senang hati mau menampungku walau istrinya yang pencemburu selalu menekuk wajahnya tiap melihatku. Seakan aku ini adalah penghancur rumah tangganya. Ya memang, ketika di bangku kuliah dulu selama kurang lebih 3 tahun Ryan mengejarku dan akhirnya menyerah juga.

Tiba-tiba terbesit satu ide cemerlang di kepalaku. Ya, ya, ya. Aku harus merebut semuanya kembali, hartaku dan nama baikku. Tapi, aku kira menembak Irvan dengan senapan terlalu ekstrim. Bagaimana jika membunuhnya secara perlahan? Bagaimana menurut kalian? Apa kalian punya ide?

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...