Halo, namaku Hujan. Seperti namaku, aku sangat mencintai hujan. Berbeda dengan orang-orang, ketika hujan turun aku tidak berteduh. Aku senang menari di bawah hujan.
Suatu hari, ketika aku sedang menari di bawah hujan, seorang pria menghampiriku dan kemudian memberikan payungnya padaku. Ia berkata, "Aku senang melihatmu menari, tapi tolong jangan sakit."
Untuk sesaat aku mendengus kesal, namun ketika memandang mata birunya aku seakan terhipnotis dan mengangguk. Matanya teduh, seakan siap melindungiku dari segala bentuk ancaman. Wajahnya sedikit pucat -atau memang karena warna kulitnya yg seperti itu- dan raut wajahnya tegas dengan rahang yang kuat. Wajahnya tidak asing.
Aku pun berteduh di bawah payungnya dan mengikutinya berjalan. Dari samping, aku curi-curi pandang memandangnya. Ya Tuhan dia sangat tampan! Wajahku memerah sesaat dan disaat bersamaan ia menoleh padaku, aku hanya bisa tertunduk. Ia tersenyum melihat tingkahku.
Kami kemudian memasuki pagar sebuah rumah tua. Bunyi melengking terdengah ketika ia membuka pagar, membuatku menutup telingaku untuk sesaat. Kemudian ia meraih tanganku, "ayo masuk, sebelum kamu tambah pucat." Dan aku mengangguk.
Rumah itu terlihat nyaman, meski cat yang melapisi dinding rumah itu mulai mengelupas disana sini. Pekarangannya cukup luas, namun tidak terawat. Begitu memasuki ruang tamu, kami disambut dengan satu set sofa dari kayu jati lengkap dengan lemari yang memisahkan antara ruang tamu dengan ruang tengah. Berbeda dengan ruang tamu, diruang tengah terdapat satu set sofa empuk berwarna putih dengan televisi 42 inchi disisi lainnya. Penerangan di rumah ini agak sedikit menakutkan, karena hanya terdapat lampu meja untuk ruang tengah -atau mungkin memang sengaja dimatikan untuk menghemat biaya-.
Pria itu menuntutku ke dalam sebuah kamar, "kamu mandi dulu ya, keran air panas berwarna biru dan di lemari itu ada baju seukuran kamu, kamu bebas memilih baju yang mana saja." Aku mengangguk dan masuk ke dalam kamar tersebut.
Selesai mandi, aku berkeliling melihat-lihat isi kamar itu. Di kanan tempat tidur terdapat puluhan bingkai foto yang berisi foto seorang wanita tersenyum sumringah. Di beberapa foto lainnya, aku melihat foto wanita itu bersama pria yg membawaku kemari. Mereka terlihat bahagia.
"Itu adikku, Nadin. Dia meninggal karena kecelakaan tepat satu tahun yang lalu." Suara itu tiba-tiba menggema di dalam kamar itu dan bersamaan dengan aku menaruh foto itu kembali ke tempatnya. "Sup sudah aku panaskan, ayo kita makan."
Aku mengikutinya berjalan ke ruang makan. Seperti ruang tamu, peralatan dan furniture di ruangan itu kebanyakan terbuat dari kayu jati. Aku kemudian mengambil tempat di sisi kiri meja makan. Sesaat kemudian aku terhanyut dalam hangatnya sup buatan pria itu.
Setelah selesai makan, aku merasa sedikit mengantuk. "Apa aku boleh tidur di sofa ini sembari menunggu hujan berhenti?" Pria itu mengangguk. Dan detik berikutnya aku telah terlelap dalam empuknya sofa itu.
Terlelap beberapa jam membuatku nyaman. Aku memutuskan untuk bangun. Tapi hey, tunggu. Aku melihat diriku masih terlelap di sofa itu. Betapa terkejutnya aku melihat sebilah pisau tertancap manis di perutku. Warna merah darah mengotori sofa putih itu. Pria itu terduduk sambil menangis.
"Aku sudah membunuh pembunuh mu, Nad." Katanya sambil terisak.
Waktu kemudian terasa seperti berputar, tepat satu tahun lalu. Aku mengendarai mobil dalam hujan dengan kecepatan penuh, sambil tergesa-gesa. Tiba-tiba dari arah kanan, seorang wanita menyebrang. Kecelakaan tidak terhindarkan.
Wajah wanita itu tidak asing. Dia Nadin. Ya Tuhan, ternyata pembunuh Nadin itu aku. Sejak kecelakaan itu, aku tidak mengingat apapun.
Akhirnya aku mengerti, pria itu sudah menyimpan dendam padaku selama satu tahun ini. Maaf.
Sesaat kemudian, waktu berputar kembali ke rumah tua itu dan aku melihat pria itu menembakkan pistol ke kepalanya bersamaan dengan makin derasnya hujan.
Asik ceritanyaa ����
ReplyDeleteWhaha kurang greget sebenernya cup, soalnya bikinnya buru2 pas mau kuliah hihi
DeleteKeren kakak! Terus semangat berkarya
ReplyDeleteMakasih ya, ini asha ya?
DeleteJangan bilang kurang greget. Karena menurutku, ceritanya asik.
ReplyDeleteKlimaks nya kurang dit hehe
DeleteMakasi loh ya udah baca heheh
Tulisanya bagus, apalagi temanya tentang hujan :)
ReplyDeleteTerima kasih fikri hhe
DeleteInspirasi nulis memang pas lagi hujan hehe
Haloo Hujan, judul yg simple tp mampu menarikku tuk membuka link tulisan ini di TL twitterku. Karena aku pecinta Hujan. Hei, suasana menari di bawah hujan itu, Kerenn :)) salam #BidadariHujan
ReplyDeleteNice story :)
ReplyDeletewow tulisannya bagus kak.. keren..
ReplyDeletedateng ya kak ke www.muhiraz.blogspot.com